Search for:

KODE ETIK PROFESI
IKATAN KURATOR DAN PENGURUS INDONESIA
(IKAPI)

PENDAHULUAN

Kode Etik Profesi ini memberikan arah standar praktek dan profesionalisme yang dituntut dari anggota Ikatan Kurator dan Pengurus Indonesia (selanjutnya disebut Anggota) dalam pelaksanaan tugas sebagai Kurator atau Pengurus dalam Kepailitan atau Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (selanjutnya disebut PKPU). Perbuatan atau sikap yang bertentangan dengan Kode Etik Profesi dapat dikenakan sanksi berdasarkan Anggaran Dasar Ikatan dan Kode Etik Profesi.

Kode Etik Profesi terdiri dari :

1

PRINSIP ETIKA PROFESI
Merupakan pengakuan profesi akan tanggung jawabnya kepada publik, pihak-pihak yang terkait dalam rangka Kepailitan atau PKPU dan rekan seprofesi. Prinsip ini menjadi pedoman setiap Anggota dalam memenuhi tanggung jawab profesionalnya dan merupakan landasan dasar perilaku etika dan perilaku profesionalnya. Prinsip ini menuntut komitmen untuk berperilaku terhormat dan bilamana perlu dengan pengorbanan pribadi.

2

ATURAN ETIKA PROFESIONAL & KETENTUAN MENGENAI DEWAN KEHORMATAN.
Merupakan aturan tentang pola sikap dan perilaku Kurator dan Pengurus PKPU dalam melaksanakan tugas dan pengabdiannya dalam rangka Kepailitan dan PKPU yang wajib dijunjung tinggi dan ditaati. Disamping itu dalam aturan ini juga diatur mengenai Dewan Kehormatan.

BAGIAN PERTAMA
PRINSIP ETIKA PROFESI

Prinsip Pertama Independensi dan Benturan Kepentingan

INDEPENDENSI
Dalam setiap penunjukan yang diterima, Anggota harus bersikap independen dan bebas dari pengaruh siapapun. Prinsip yang sama berlaku terhadap ahli/profesi lain yang ditunjuk Anggota.

BENTURAN KEPENTINGAN
Yang dimaksud dengan benturan kepentingan adalah keterkaitan antara Kurator atau Pengurus PKPU dengan debitor, kreditor, dan/atau pihak lain yang dapat menghalangi pelaksanaan tugasnya dengan penuh tanggung jawab sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku. Benturan kepentingan yang dapat mempengaruhi pelaksanaan tugas Kurator dan Pengurus PKPU harus dihindarkan.

i

SEBELUM PENUNJUKAN
Anggota harus menolak penunjukan jika ternyata bahwa pada saat penunjukan terdapat benturan kepentingan atau berdasarkan informasi yang diperoleh, Anggota berpendapat bahwa benturan kepentingan mungkin akan muncul.

ii

SETELAH PENUNJUKAN
Anggota harus segera mengungkapkan kepada Hakim Pengawas, kreditor, paniti kreditor (jika ada) dan debitor jika ternyata setelah penunjukan muncul benturan kepentingan.

PRINSIP KEDUA TINDAKAN SEHUBUNGAN DENGAN HARTA PAILIT
Anggota, rekan, pegawai, saudara (dalam arti luas) tidak boleh mendapatkan barang atau mendapatkan kepentingan atas harta pailit yang dikuasai Anggota kecuali diperoleh berdasarkan peraturan perundangan yang berlaku.

PRINSIP KETIGA TANGGUNG JAWAB PROFESI
Sebagai profesional, Anggota mempunyai peran penting dalam masyarakat. Sejalan dengan peranan tersebut, Anggota mempunyai tanggung jawab kepada semua pihak yang terkait sehubungan dengan tugas mereka sebagai Kurator atau Pengurus PKPU. Anggota harus mempunyai tanggung jawab yang berkesinambungan untuk bekerja sama dengan sesama Anggota untuk mengembangkan profesi Kurator dan Pengurus PKPU, memelihara kepercayaan masyarakat dan untuk menjalankan tanggung jawab profesionalnya dalam mengatur dirinya sendiri. Usaha Anggota secara bersama-sama diperlukan untuk memelihara dan meningkatkan tradisi profesionalisme.

PRINSIP KEEMPAT KEPENTINGAN MASYARAKAT/UMUM

1

Ciri utama dari profesi Kurator dan Pengurus PKPU adalah pertanggungjawaban kepada masyarakat secara umum, khususnya kepada semua pihak yang terkait dengan Kepailitan atau PKPU.

2

Bilamana dalam menjalankan profesinya Anggota mengalami benturan dengan pihak-pihak yang berkepentingan, maka dalam mengatasi benturan ini Anggota harus bertindak dengan integritas tinggi sesuai dengan standar profesi dan prinsip-prinsip etika profesinya.

3

Tanggung jawab Anggota tidak semata-mata untuk memenuhi ketertiban dalam rangka Kepailitan atau PKPU, namun harus pula mengikuti standar profesi yang dititikberatkan pada kepentingan umum sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

PRINSIP KELIMA – INTEGRITAS

1

Integritas berpedoman pada kebenaran dan keadilan serta keharusan untuk mentaati standar profesi dan etika sesuai isi dan semangatnya.

2

Integritas merupakan salah satu ciri yang fundamental bagi pengakuan terhadap profesionalisme yang melandasi kepercayaan publik serta menjadi patokan (benchmark) bagi Anggota dalam menguji semua keputusan yang diambilnya.

3

Integritas mengharuskan Anggota untuk, antara lain bersikap jujur dan dapat dipercaya serta tidak mengorbankan kepercayaan publik demi kepentingan pribadi.

4

Integritas mengharuskan Anggota untuk bersikap objektif dan menjalankan profesinya secara cermat dan seksama.

PRINSIP KEENAM – OBJECTIFITAS

1

Objektifitas mengharuskan Anggota bersikap adil, tidak memihak, jujur, tidak berprasangka atau bias, serta bebas dari kepentingan atau pengaruh orang/pihak lain.

2

Bilamana Anggota dihadapkan pada situasi yang mengakibatkan ia mendapat tekanan-tekanan, ukuran kewajaran harus dipergunakan sebagai patokan untuk menilai dan menyikapi situasi-situasi yang kelihatannya merusak objektifitas Anggota tersebut.

3

Hubungan-hubungan yang memungkinkan prasangka, bias, atau pengaruh lainnya untuk melanggar objektifitas harus dihindari.

4

Anggota wajib untuk memastikan bahwa pihak-pihak terkait yang terlibat dalam pemberian jasa profesional mematuhi prinsip objektifitas.

5

Anggota tidak boleh menerima atau menawarkan janji, uang, hadiah, fasilitas atau segala sesuatu yang patut diduga dapat mempengaruhi pertimbangan dan/atau perilaku profesional.

PRINSIP KETUJUH – PERILAKU PROFESIONAL
Kewajiban untuk menjauhi tingkah laku yang dapat mendiskreditkan profesi harus dipenuhi oleh Anggota sebagai perwujudan tanggung jawabnya kepada pihak-pihak yang terkait dalam rangka Kepailitan atau PKPU.

BAGIAN KEDUA
ATURAN ETIKA PROFESIONAL DAN KETENTUAN MENGENAI DEWAN KEHORMATAN

BAB I
Pengertian
Pasal 1

1

Aturan Etika Profesional merupakan aturan tentang :
a. Pola sikap dan perilaku Kurator dan Pengurus PKPU bagi setiap Anggota dalam melaksanakan tugas dan pengabdiannya dalam rangka Kepailitan dan PKPU yang wajib dijunjung tinggi dan ditaati oleh setiap Anggota;
b. Pengawasan dan penegakan pola sikap dan perilaku Anggota.

2

Dewan Kehormatan Ikatan (selanjutnya disebut Dewan Kehormatan) adalah suatu badan bertugas untuk mengawasi dan menegakkan ketaatan Anggota terhadap Kode Etik Profesi.

3

Dewan Sertifikasi adalah suatu badan bertugas untuk memberikan sertifikasi terhadap pihak-pihak yang memenuhi syarat untuk menjadi Anggota.

4

Pengurus Ikatan adalah suatu badan bertugas untuk mengurus dan mewakili Ikatan baik di dalam maupun di luar Pengadilan.

5

Kurator dan Pengurus PKPU adalah perorangan atau persekutuan yang diangkat berdasarkan peraturan perundang-undangan yang tergabung dalam Ikatan selaku Anggota.

BAB II
Tujuan
Pasal 2

Aturan Perilaku Profesional bertujuan memberikan kerangka bagi Anggota dalam memelihara integritas moral, harkat, kewibawaan dan martabat Anggota dalam rangka menjalankan profesinya dengan penuh tanggung jawab.

BAB III
Independensi, Benturan Kepentingan, Integritas
dan Objektivitas
Pasal 3

1

Masing-masing Anggota harus menjunjung tinggi independensi, integritas dan objektifitas, karenanya Anggota dilarang mempunyai (i) kepentingan baik langsung maupun tidak langsung terhadap harta pailit dan usaha kreditor maupun debitor; dan (ii) kepentingan pribadi terhadap kreditor maupun debitor.

2

Masing-masing Anggota harus bekerja secara independen, bebas dan mandiri serta tidak dipengaruhi oleh siapapun atau apapun dan wajib memegang teguh rasa kesetiakawanan antara sesama Anggota.

3

Masing-masing Anggota harus menjaga integritas, bersikap jujur dan dapat dipercaya serta tidak mengorbankan kepercayaan publik demi kepentingan pribadi.

4

Anggota tidak boleh mempunyai keterkaitan dengan debitor, kreditor dan/atau pihak lain yang dapat menghalangi pelaksanaan tugasnya dengan penuh tanggung jawab sesuai perundang-undangan yang berlaku.

5

Anggota dilarang menerima penunjukan dalam hal terdapat benturan kepentingan.

BAB IV
Tugas, Hak Dan Kewajiban Anggota

Pasal 4

1

Dalam melaksanakan tugasnya masing-masing Anggota harus menghargai setiap hak dari pihak-pihak yang berhubungan dalam menerapkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

2

Masing-masing Anggota harus mentaati dan melaksanakan dengan sungguh-sungguh segala peraturan perundang-undangan yang berlaku sehubungan dengan Kepailitan dan PKPU.

3

Masing-masing Anggota wajib menjunjung tinggi rasa kesetiakawanan antar sesama Anggota.

Pasal 5

1

Masing-masing Anggota berhak mendapatkan imbalan jasa sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

2

Masing-masing Anggota berhak untuk didengar dan berhak mendapatkan pembelaan dari Ikatan dalam hal terjadi ketidakadilan terhadap Anggota sehubungan dengan pekerjaannya sebagai Kurator atau Pengurus PKPU dengan tetap memperhatikan batas-batas kewenangan yang dimiliki Pengurus Ikatan.

3

Dalam hal proses pemeriksaan terhadap Anggota oleh pihak berwajib, maka satu-satunya yang dapat memberikan kesaksian sebagai saksi ahli tentang tugas-tugas Kurator dan Pengurus PKPU adalah Pengurus Ikatan atau Anggota yang telah ditunjuk oleh Pengurus Ikatan dalam kapasitas sebagai wakil atau utusan Ikatan.

Pasal 6

1

Masing-masing Anggota wajib menolak penunjukan sebagai Kurator atau Pengurus PKPU jika ternyata bahwa :
a. Anggota yang bersangkutan menyadari bahwa dalam melaksanakan tugasnya tidak dapat bersikap independen;
b. Anggota yang bersangkutan mengetahui atau sewajarnya mengetahui adanya benturan kepentingan yang menyebabkan Anggota tersebut tidak dapat melaksanakan tugasnya dengan penuh tanggung jawab.

2

Apabila setelah penunjukan Anggota ternyata muncul suatu benturan kepentingan, maka Anggota tersebut harus segera mengungkapkannya kepada Hakim Pengawas dan pihak-pihak yang berkepentingan dan jika perlu mengembalikan mandat yang diberikan.

3

Tiap Anggota yang mengetahui adanya penyelewengan atau tindakan sesama Anggota yang bertentangan dengan Kode Etik Profesi harus melaporkan kejadian tersebut kepada Dewan Kehormatan.

4

Apabila setelah penunjukan Anggota ternyata terdapat usulan penggantian Kurator atau Pengurus dalam PKPU, maka Anggota lain berhak menggantikan sepanjang Anggota yang akan digantikan tidak berkeberatan untuk digantikan.

BAB V
Ketentuan Mengenai Dewan Kehormatan Ikatan

Pasal 7

1

Sesuai Pasal 1 Anggaran Dasar Ikatan, Dewan Kehormatan diangkat oleh Musyawarah Nasional Ikatan untuk masa tugas 3 (tiga) tahun.

2

Sesuai Pasal 23 Anggaran Dasar Ikatan, susunan Dewan Kehormatan terdiri dari paling sedikit 5 (lima) Anggota, satu di antaranya menjabat sebagai Ketua.

3

Dewan Kehormatan wajib memeriksa pengaduan yang diterima Ikatan terhadap seorang atau lebih Anggota.

4

Dewan Kehormatan merupakan Institusi pertama dan terakhir yang berkuasa memeriksa dan mengadili perkara pelanggaran kode etik yang dilakukan Anggota dan tidak ada institusi lain di luar Dewan Kehormatan yang berkuasa atau berwenang memeriksa dan mengadili perkara pelanggaran kode etik yang dilakukan Anggota.

5

Pengaduan dapat diajukan oleh pihak-pihak yang dirugikan yaitu oleh :
a. Anggota
b. Kreditor atau debitor; atau
c. Pihak-pihak lain yang berkepentingan.

Materi pengaduan hanyalah hal-hal yang berhubungan dengan pelanggaran terhadap Kode Etik Profesi.

Pasal 8

1

Pengaduan hanya disampaikan secara tertulis kepada Dewan Kehormatan dan tidak dibenarkan menggunakan media massa untuk mempublikasikan pengaduan tersebut.

2

Setelah menerima pengaduan tertulis, Dewan Kehormatan harus meregister pengaduan tersebut dalam suatu buku register perkara dengan nomor dan tanggal pada saat diterimanya pengaduan tersebut.

3

Selanjutnya dalam waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari kalender setelah menerima pengaduan tersebut, Dewan Kehormatan harus melakukan proses pemeriksaan atas pengaduan tersebut yang dimulai dengan proses dismisal.

4

Dalam waktu paling lambat 14 (empat belas) hari sejak dilakukan proses dismisal tersebut Dewan Kehormatan harus memutuskan status pengaduan tersebut dengan keputusan apakah melanjutkan pemeriksaan atau memutuskan untuk menolak pengaduan karena materi pengaduan bukan menyangkut kode etik atau tidak terdapat cukup bukti.

5

Selanjutnya dalam waktu 14 (empat belas) hari setelah putusan dismisal ditetapkan, maka Dewan Kehormatan harus menyampaikan salinan putusan dismisal tersebut kepada Pengadu dan Teradu. Apabila putusan dismisal menyatakan bahwa pemeriksaan dilanjutkan, maka Dewan Kehormatan juga harus menyampaikan kepada Teradu salinan surat pengaduan dengan disertai surat-surat bukti yang dianggap perlu. Akan tetapi apabila putusan dismisal menolak pengaduan tersebut, maka cukup salinan putusan dismisal saja yang disampaikan kepada Pengadu dan Teradu.

6

Selanjutnya dalam hal putusan dismisal menyatakan bahwa pemeriksaan dilanjutkan, maka dalam waktu paling lambat 28 (dua puluh delapan) hari sejak disampaikannya surat pengaduan kepada Teradu, pihak Teradu harus memberikan jawabannya secara tertulis kepada Dewan Kehormatan, disertai dengan bukti-bukti yang dianggapnya perlu.

7

Jika setelah berlalunya 28 (dua puluh delapan) hari tersebut Teradu tidak memberikan jawaban tertulis, maka Teradu akan diberikan surat peringatan dan jika dalam waktu 14 (empat belas) hari setelah tanggal surat peringatan ia tetap tidak memberikan jawaban tertulis, maka ia dianggap telah melepaskan haknya dan Dewan Kehormatan dapat segera menjatuhkan putusan tanpa kehadiran Teradu dan putusan tersebut merupakan keputusan final yang mempunyai kekuatan yang tetap.

8

i. Selambat-lambatnya dalam waktu 21 (dua puluh satu) hari setelah Jawaban dari Teradu diterima, maka Dewan Kehormatan wajib mengadakan persidangan, yang didahului dengan melakukan pemanggilan kepada Pengadu dan Teradu untuk hadir di muka persidangan tersebut.
ii. Panggilan tersebut harus sudah diterima oleh Pengadu dan Teradu paling lambat 7 (tujuh) hari kalender sebelum hari sidang yang ditentukan

9

i. Pengadu dan Teradu harus datang sendiri dan tidak dapat menguasakan kepada pihak lain.
ii. Jika dikehendaki oleh yang bersangkutan, mereka, atas biayanya sendiri, boleh didampingi penasihat hukum.
iii.Masing-masing pihak juga berhak, atas biayanya sendiri, membawa saksi.

10

i. Apabila Pengadu yang telah dipanggil sampai 2 (dua) kali tidak datang tanpa alasan yang sah, pengaduan dinyatakan gugur dan ia tidak dapat mengajukannya lagi atas dasar yang sama.
ii. Apabila Teradu, setelah dipanggil sampai 2 (dua) kali tidak datang tanpa alasan yang sah, pemeriksaan diteruskan tanpa hadirnya Teradu.
iii.Dewan Kehormatan berwenang untuk memberikan putusan di luar hadirnya Teradu, yang mempunyai kekuatan yang sama dengan suatu putusan biasa.
iv. Dalam melakukan pemanggilan untuk kedua kali, Dewan Kehormatan harus mengindahkan jangka waktu antara diterimanya pemanggilan dan hari sidang seperti ditentukan dalam ayat 8 pasal ini.

11

i. Pada sidang pertama yang dihadiri oleh kedua belah pihak, Dewan Kehormatan mengusahakan tercapainya perdamaian.
ii. Perdamaian seperti itu senantiasa dapat diadakan selama pemeriksaan berjalan dan selama belum ada putusan.
iii.Bilamana perdamaian tercapai, pengadu mencabut kembali pengaduannya atau dibuat akta perdamaian yang mempunyai kekuatan pasti.

12

Setelah memeriksa dan mempertimbangkan pengaduan, jawaban, bukti-bukti serta kesaksian-kesaksian, maka Dewan Kehormatan dapat :
i.Menolak atau menyatakan pengaduan tidak dapat diterima; atau
ii.Menerima pengaduan dan memutuskan sanksi yang perlu dilakukan.

13

Pengurus Ikatan, Dewan Sertifikasi atau Anggota dapat meminta Fatwa kepada Dewan Kehormatan tentang hal-hal yang berkenaan dengan Kode Etik Profesi dan Dewan Kehormatan setelah menerima permintaan tersebut wajib dalam waktu 28 hari mengeluarkan Fatwa yang diminta.

Pasal 9

1

Dewan Kehormatan bersidang sebagai majelis yang beranggotakan 3 (tiga) Anggota Dewan Kehormatan dan salah satu dari majelis tersebut ditunjuk sebagai Ketua Majelis.

2

Semua pemeriksaan perkara, persidangan dan pembacaan putusan bersifat tertutup bagi umum. Hanya putusan tentang sanksi pemberhentian sebagai anggota Ikatan yang akan ditembuskan kepada Departemen Kehakiman dan HAM dan Pengadilan Niaga.

3

Dewan Kehormatan mengambil putusan dengan suara terbanyak dan mengucapkannya dengan atau tanpa dihadiri oleh pihak-pihak yang bersangkutan, setelah sebelumnya memberitahukan hari, tanggal dan waktu tersebut kepada pihak-pihak yang bersangkutan.

4

Putusan harus memuat pertimbangan-pertimbangan yang menjadi dasarnya dan menunjuk pada pasal-pasal Kode Etik Profesi yang dilanggar.

5

Suatu putusan Dewan Kehormatan harus menganut prinsip yang paling menguntungkan Teradu jika rancangan putusan Dewan Kehormatan tersebut bertentangan dengan suatu putusan atau penetapan dari suatu institusi peradilan yang telah ada. Dalam hal ini Ikatan berkewajiban untuk mengambil semua langkah-langkah yang dianggap baik dan perlu untuk membela hak dan kepentingan Teradu sehubungan dengan putusan yang paling menguntungkan Teradu tersebut.

6

Putusan Dewan Kehormatan ditandatangani oleh semua anggota Majelis dan merupakan putusan final.

7

Sanksi yang diberikan dalam putusan dapat berupa :
a. teguran secara tertulis;

b. peringatan keras dengan surat;

c. Skorsing untuk periode waktu tertentu.
-Sanksi skorsing hanya dapat diberikan setelah sanksi teguran secara tertulis atau peringatan keras dengan surat telah dijatuhkan kepada seorang Teradu.
-Selama seorang Teradu dijatuhkan sanksi skorsing, yang bersangkutan tetap dapat menyelesaikan tugas-tugas selaku Kurator atau Pengurus yang telah diembannya sebelum sanksi skorsing dimaksud dijatuhkan. Namun demikian yang bersangkutan tidak dibenarkan menerima penunjukan baru selaku Kurator atau Pengurus PKPU selama periode sanksi tersebut.

d. Pemberhentian sebagai anggota Ikatan. Sanksi pemberhentian sebagai anggota Ikatan hanya dapat diambil setelah sanksi skorsing dari keanggotaan Ikatan telah dijatuhkan kepada seorang Teradu.

Pasal 10

1

Dalam waktu selambat-lambatnya 14 (empat belas) hari setelah putusan Dewan Kehormatan diucapkan, salinan putusan Dewan Kehormatan disampaikan kepada:
a. Teradu;
b. Pengadu;

Pengadu dan Teradu tidak dibenarkan untuk menyebarluaskan isi putusan tersebut kepada pihak manapun, kecuali untuk kepentingan hukum atau pembelaan. Khusus untuk putusan pemberhentian sebagai Anggota Ikatan, putusan Dewan Kehormatan ditembuskan kepada :
a. Departemen Kehakiman dan HAM / Badan Pemerintah yang melaksanakan pendaftaran sebagai Kurator dan Pengurus; dan
b.Pengadilan Niaga.

2

Segala biaya yang berkaitan dengan pengaduan, pemeriksaan dan sidang-sidang, ditanggung oleh dan dibebankan kepada teradu dan/atau pengadu sebagaimana diputuskan oleh Dewan Kehormatan.

BAB VI
Ketentuan Peralihan

Pasal 11

1

Dengan berlakunya Kode Etik Ikatan, maka satu-satunya Kode Etik Profesi yang berlaku dan mengikat Anggota adalah Kode Etik Ikatan. Demikian pula dengan dibentuknya Dewan Kehormatan Ikatan maka satu-satunya Dewan Kehormatan yang berkuasa atau berwenang memeriksa dan mengadili Anggota adalah Dewan Kehormatan Ikatan.

2

Perkara-perkara pelanggaran Kode Etik yang masih diperiksa dan belum diputus atau sudah diputus tetapi belum berkekuatan hukum tetap sebelum berlakunya Kode Etik Ikatan, dilanjutkan dan/atau diselesaikan oleh Dewan Kehormatan Ikatan dengan mempergunakan ketentuan-ketentuan yang terdapat dalam Kode Etik Ikatan.

BAB VII
Ketentuan-ketentuan Lain

Pasal 12

Pengurus berwenang menyempurnakan hal-hal yang telah diatur dalam Kode Etik Profesi dan/atau menentukan hal-hal yang belum diatur di dalamnya setelah memperhatikan saran Dewan Kehormatan yang berkenaan dengan itu.
Kode Etik Profesi ini dinyatakan sah berlaku dan mengikat Anggota sejak ditetapkan dan ditandatangani.

DITETAPKAN DI : JAKARTA

PADA TANGGAL : 1 MARET 2002

PENGURUS
IKATAN KURATOR DAN PENGURUS INDONESIA

Tafrizal Hasan Gewang, S.H.

Ketua Umum

Yuhelson, S.H.

Sekretaris Jenderal